Rabu, 23 Maret 2011

Islam Tak Mengajarkan Anarkisme



Islam Tak Mengajarkan Anakisme

REMBANG-Forum Kajian Nahdliyin (FKN) Rembang, menggelar peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, pada Ahad (20/3). Acara tersebut berlangsung di pendopo Kabupaten Rembang. Sedangkan tema yang diangkata adalah 'meneladani sifat-sifat Rasulullah, hindari radikalsime dan anarkisme'.

Tampil sebagai pembicara DR KH Abdul Ghofur Maimoen, alumni Universitas Al-Azhar Mesir. Dia adalah putra kiai kharismatik asal Pondok Pesantren Al-Anwar Sarang, KH Maimoen Zuber. Pada kesempatan itu, Gus Ghofur, memaparkan pemikiran ‘Terorisme Akar Permasalahan Dan Solusi”. Sedangkan bertindak selaku moderator adalah Sholihin Hasan dari pascasarjana Universitas Nahdhotul Ulama (UNU) Surakarta.

Menurut Gus Ghofur, demikian sapaan akrabnya, hingga kini dunia internasional belum menemukan definisi tepat atas istilah terorisme. Belum bisa dipastikan konsep mengartikan tindak terorisme karena saling bertubrukan dari pemahaman politik, sosial, ekonomi dan ideologi.

“Hanya saja sepertinya muncul kesepahaman satu tindak kekerasan dianggap sebagai bentuk terorisme bila tindak kekerasan disertai ancaman yang dialamatkan kepada publik, pemerintahan atau negara, dimana pelaku mewakili simbol kelompok, dengan tujuan politis,” katanya

Gus Ghofur lebih lanjut mengungkapkan, faktor dan akar permasalahan yang mendorong seseorang melakukan tindak teroris atau bergabung dengan kelompok teroris, sangatlah bervariatif. Diantaranya faktor psikologis, ekonomi, sosial, politik, religi dan ideologi. Namun untuk mengetahui terorisme dengan lebih baik, diperlukan pendekatan multikasual. Diantaranya pendekatan politik, organisasional, psikologis dan ideologis/teologis.

Dia menambahkan, salah satu aspek penting memahami terorisme adalah dengan menyelami bagaimana para pelaku teror membenarkan tindakan amoral mereka. Untuk mengerjakan hal bengis aksi terorisme, dibutuhkan dorongan kuat yang mampu menghilangkan simpul psikologis pelakunya. Sehingga tak lagi memiliki rasa simpati terhadap para korban. Teori kognitif yang dijejalkan dalam pola pikir para pelaksana teror sangat tertanam kuat. Sehingga mereka meyakni bahwa tindakannya benar.

Melalui proses kognisi itu, lanjutnya, para teroris tidak menganggap dirinya sebagai pelaku teror. Tetapi sebaliknya, mereka memposisikan diri sebagai tentara kebenaran yang memperjuangkan kebebasan, martir atau pejuang yang sahih untuk mencapai tujuan mulia.

Gus Ghofur menambahkan, mengingat terorisme merupakan permasalahan yang kompleks dan multi dimensi, ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mencegah dan menanggulanginya. Pemerintah dan seluruh elemen masyarakat seharusnya memberi kesempatan luas serta mendorong dengan sungguh-sungguh kepada bentuk keagamaan yang moderat, namun masih dalam koridor ke-Bhineka Tunggal Ika-an.

“Materi pembelajaran agama di sekolah harus menanamkan pemahaman menghormati semua bentuk perbedaan. Menanamkan sikap toleran dan pluralistik, perbedaan dalam beragama, pemikiran, sikap dan budaya adalah natural,” imbuhnya.

Selain itu, menumbuhkan budaya demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat. Sehingga setiap inisatif yang diusulkan dan diperjuangkan dilaksanakan melalui instrumen demokrasi. Kemudian pemerintah harus menegakkan dan mengamalkan demokrasi dengan konsekuen, tanpa harus meninggalkan hak-hak golongan minoritas.

“Dengan prinsip toleransi dan pluralisme, tak ada alasan untuk men-dehumanisasi kelompok lain hanya karena perbedaan agama, etnik, pemikiran dan sikap poitik. Kita harus menjadikan dialog dan silaturahmi nasional sebagai agenda bangsa. Karena salah satu fantor utama lahirnya terorisme adalah rasa keterasingan satu kelompok tertentu dan tidak terakomodirnya kepentingan mereka,” ujarnya. (sol)

SMK NU Kunduran Blora




Siswa SMK NU Kunduran Dibekali Ketrampilan Kerja

BLORA-Keberadaan SMK NU Kunduran, nampaknya makin mendapat tempat di hati masyarakat. Terbukti, dari tahun ke tahun, jumlah siswanya terus meningkat. Mereka datang dari dua kabupaten. Yakni, Blora dan Grobogan. Karena itu, sejumlah jurusan baru pun dibuka guna menjawab kebutuhan masyarakat.
Kepala SMK NU Kunduran, Drs Mohadi Said mengungkapkan, sekolah yang dipimpinnya saat ini memiliki tiga jurusan. Pertama, bidang study keahlian bisnis dan manajemen dengan program study keahlian administrasi dan kompetensi keahliannya adalah administrasi perkantoran. Kedua, bidang study keahlian teknologi dan rekayasa dengan program study keahlian tehnik otomotif dan kompetensi keahliannya adalah tehnik sepeda motor. Ketiga, bidang study keahlian teknologi informasi dan komunikasi dengan program study keahliannya tehnik komputer dan informatika dan kompetensi keahliannya adalah tehnik komputer dan jaringan.
”SMK NU Kunduran beralamat di komplek Ponpes Al-Huda, dan saat ini sudah terakreditasi,” ujar Mohadi, yang juga mahasiswa pascasarjana Universitas Nahdhotul Ulama (UNU) Surakarta tersebut.
Menurutnya, untuk jumlah siswa yang belajar di SMK NU Kunduran tahun ini mencapai 423 siswa. Dengan rincian bidang keahlian bisnis dan manajemen ada 268 siswa dan bidang teknologi dan rekayasa ada 117 siswa. Sementara untuk bidang keahlian informasi dan komunikasi baru 38 siswa. ”Bidang keahlian informasi dan komunikasi ini baru dibuka tahun lalu,” katanya.
Dikatakan, bangunan SMK NU menempati tanah seluas 4.574,9 meter persegi. Seiring dengan meningkatnya jumlah siswa, maka perluasan bangunan menjadi keniscayaan. Sedangkan untuk tempat praktiknya, SMK NU telah mendidirikan LPK Ma’arif.
Mohadi menambahkan, sekolahnya mengusung visi mencetak generasi yang cerdas, cakap, terampil, berakhlak mulia dan berjiwa mandiri. Sedangkan misinya adalah mengembangkan kecerdasan dan potensi siswa, mengembangkan pembelajaran yang berbasis teknologi, membangun moral dan etika siswa, mengembangkan ketrampilan siswa untuk menghadapi dunia kerja, serta mengembangkan jiwa kemandirian siswa.
”SMK NU berusaha membekali siswa dengan ketrampilan kerja secara maksimal. Saat ini, siswa yang tulus banyak diterima kerja di sejumlah perusahaan di kota-kota besar. Dan, sebagian mereka juga ada yang melanjutkan kuliah,” tandasnya. (sol)

Jumat, 25 Februari 2011

Sarasehan Politik

Dari Sarasehan Politik yang Digelar Forum Wartawan Rembang (1)
Kekuasaan Punya Potensi Fir'aun, Politik Punya Potensi Hama
Banyak hal yang diungkapkan KH Abdul Qoyum Manshur (Gus Qoyum) saat berbicara di depan peserta Sarasehan Politik yang digelar Forum Wartawan Rembang di Balai Kartini, pekan lalu. Menurutnya, bahwa politik dan kekuasaan rawan sekali. Mengapa?

SHOLIHIN HASAN, Rembang
Dalam pandangan Gus Qoyum, manusia berpolitik bisa menjadi bijaksana, selaiknya manusia berpolitik juga bisa menjadi hama. Sebab, melalui politik, manusia bisa mengembangkan sifat-sifat kebinatangan, seperti serakah. Sebaliknya, berpolitik bisa menjadi bahagia bila berhukum dengan hukum Allah.
Kemudian Gus Qoyum mengajak peserta sarasehan untuk menengok negara-negara lain tentang perilaku politik yang menimbulkan hama dan politik yang menimbulkan bijaksana. Bagaimana cerita mantan Presiden Filipina Ferdinant Marcos, konflik di Thailand dan konflik di Timur Tengah. Gara-gara politik yang didominasi hama, banyak orang lain yang tersiksa dan tersakiti.
”Pada jaman Nabi, disebutkan ada seorang wanita masuk neraka gara-gara menyiksa kucingnya. Kalau menyakiti kucing saja bisa menyebabkan masuk neraka, lalu bagaimana kalau menyiksa orang lain?” tanyanya.
Kalau politik punya potensi hama, lanjutnya, maka kekuasaan punya potensi Fir'aun. Berapakali pelanggaran HAM yang dilakukan Fir'aun, berapa orang yang tersakiti dan berapa banyak yang terdholimi. Sehingga antara politik dan kekuasaan sama-sama rawannya. Dia melihat bahwa semua jabatan itu berat, baik saat masih di dunia maupun nilai dengan hukumnya di depan Allah.
Karena itu, agar potensi hama dan Fir'uan bisa diminimalisir, maka politik dan kekuasaan harus ditonjolkan kekuatan rasionalnya ketimbangkan kekuatan hewaniyahnya. Selain itu, politik dan kekuasaan juga harus berhukum dengan hukum Allah ketimbang berhukum dengan hukum manusia.
Gus Qoyum juga menyoroti praktik demokrasi di Indonesia. Menurutnya, demokrasi bangsa ini sudah lampu kuning. Sehingga kalau tidak segera dibenahi akan menyebabkan kehancuran negeri ini akan datang tidak lama lagi.
”Proposal demokrasi kita ala barat. Ini berbahaya,” tandasnya.
Ibarat sebuah keluarga yang punya hajat, lanjut dia, kalau dalam setahun orang punya hajat berkali-kali, seperti hajat mantu, khitan anak, kelahiran, ada keluarga yang meninggal, kenduri dan ulang tahun tentu akan sangat berpengaruh. Kalau dalam setahun orang punya hajat berkali-kali, secara ekonomi, bisa bangkrut.
Apa yang diungkapkan Gus Qoyum itu, nampaknya merujuk pada praktik emokrasi i negeri ini. Dimana dalam lima tahun, bangsa ini punya hajat berkali-kali. Ada pilpres, ada pilgub, pilbup, pilkades dan pileg. Hajat demokrasi yang digelar berkali-kali itu bisa menguras enerji bangsa. Sementara riset diabaikan. Akibatnya, karya kongkrit bangsa ini tidak pernah tercipta. Atau pun kalau tercipta kurang maksimal.
Kemudian dia menyontohkan, banyak negeri-negeri kecil di Eropa yang bisa membagi energi politik dan risetnya secara berbarengan. Seperti Inggris dan Swiss, meski negeri kecil, tetapi keduanya sangat memperhatiakn riset. Sehingga karya nyatanya sangat kongkrit.
”Kalau sistem seperti ini dibiarkan terus menerus, kasihan negeri kita,” tambahnya.(bersambung)

Sabtu, 01 Januari 2011

beda dzikir, wiridan dan doa

 Keterangan : foto menyambut tahun 1432 Hijriyah, ribuan warga di Kecamatan Sale Rembang, memanjatkan doa bersama.

Kang Said: Dzikir, Doa, dan Wirid Itu Berbeda
Sabtu, 1 Januari 2011 17:30 Banda Aceh, NU Online
Dzikir Akbar di Masjid Baiturrahman Aceh dihadiri ulama besar dari Yaman, Habib Umar bin Hafidz, yang memimpin langsung dzikir akbar ini. Sedangkan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj memberikan ceramah agama dengan tema ”Pentingnya dzikir, doa, dan wirid”.

Kehadiran Ketua Umum PBNU ini mendapatkan sambutan yang cukup meriah dari hadirin, terlebih seusai Kang Said menyampaikan ceramahnya. “Ini adalah kehadiran saya yang pertama kali di Aceh sebagai Ketua Umum PBNU. Alhamdulillah saya diterima dengan sangat baik di sini,” ujarnya kepada NU Online, 30 Desember 2010.

“Dzikir adalah apapun yang membuat kita ingat kepada Allah. Dzikir itu taqarrub (mendekat, red) kepada Allah. Lalu doa adalah kegiatan ibadah atau penghambaan kepada Sang Khaliq. Dalam doa kita mengajukan permohonan kepada Allah. Sedangkan wirid adalah membaca atau menjalankan bacaan tertentu untuk mendapatkan emanasi dan iluminasi. Jadi ketiganya berbeda,” papar Kang Said dalam ceramahnya

Kang Said melanjutkan, “Kalau ilmu hikmah tashawwuf juga berbeda, meski dalam beberapa hal sepertinya sama. Ilmu hikmah adalah menjalankan sesuatu untuk memperoleh sesuatu. Bahkan kitabnya ada sendiri, seperti Syamsul Ma’arif dan Mujarrobat. Tokohnya seperti Imam Al Buni.
Sedangkan tashawwuf adalah proses mencari kedudukan hati. Tashawwuf adalah jalan menuju taubat, wara’, dan zuhud.”

Sebelumnya, Kang Said didampingi Rais Syuriah PWNU Aceh KH Wahid Nur Zahri dan Ketua Tanfidziyyah PWNU Aceh Tengku Faisal meninjau lokasi yang nantinya akan dibangun Kantor PWNU Aceh dan madrasah. “Luas tanah untuk kantor PWNU adalah 9 x 24 meter, sedangkan untuk madrasah 2500 meter persegi. Semoga kehadiran Kang Said membawa berkah dan pembangunannya segera selesai,” ujar Tengku Faisal. (bil)

sumber : nuonline