Jumat, 25 Februari 2011

Sarasehan Politik

Dari Sarasehan Politik yang Digelar Forum Wartawan Rembang (1)
Kekuasaan Punya Potensi Fir'aun, Politik Punya Potensi Hama
Banyak hal yang diungkapkan KH Abdul Qoyum Manshur (Gus Qoyum) saat berbicara di depan peserta Sarasehan Politik yang digelar Forum Wartawan Rembang di Balai Kartini, pekan lalu. Menurutnya, bahwa politik dan kekuasaan rawan sekali. Mengapa?

SHOLIHIN HASAN, Rembang
Dalam pandangan Gus Qoyum, manusia berpolitik bisa menjadi bijaksana, selaiknya manusia berpolitik juga bisa menjadi hama. Sebab, melalui politik, manusia bisa mengembangkan sifat-sifat kebinatangan, seperti serakah. Sebaliknya, berpolitik bisa menjadi bahagia bila berhukum dengan hukum Allah.
Kemudian Gus Qoyum mengajak peserta sarasehan untuk menengok negara-negara lain tentang perilaku politik yang menimbulkan hama dan politik yang menimbulkan bijaksana. Bagaimana cerita mantan Presiden Filipina Ferdinant Marcos, konflik di Thailand dan konflik di Timur Tengah. Gara-gara politik yang didominasi hama, banyak orang lain yang tersiksa dan tersakiti.
”Pada jaman Nabi, disebutkan ada seorang wanita masuk neraka gara-gara menyiksa kucingnya. Kalau menyakiti kucing saja bisa menyebabkan masuk neraka, lalu bagaimana kalau menyiksa orang lain?” tanyanya.
Kalau politik punya potensi hama, lanjutnya, maka kekuasaan punya potensi Fir'aun. Berapakali pelanggaran HAM yang dilakukan Fir'aun, berapa orang yang tersakiti dan berapa banyak yang terdholimi. Sehingga antara politik dan kekuasaan sama-sama rawannya. Dia melihat bahwa semua jabatan itu berat, baik saat masih di dunia maupun nilai dengan hukumnya di depan Allah.
Karena itu, agar potensi hama dan Fir'uan bisa diminimalisir, maka politik dan kekuasaan harus ditonjolkan kekuatan rasionalnya ketimbangkan kekuatan hewaniyahnya. Selain itu, politik dan kekuasaan juga harus berhukum dengan hukum Allah ketimbang berhukum dengan hukum manusia.
Gus Qoyum juga menyoroti praktik demokrasi di Indonesia. Menurutnya, demokrasi bangsa ini sudah lampu kuning. Sehingga kalau tidak segera dibenahi akan menyebabkan kehancuran negeri ini akan datang tidak lama lagi.
”Proposal demokrasi kita ala barat. Ini berbahaya,” tandasnya.
Ibarat sebuah keluarga yang punya hajat, lanjut dia, kalau dalam setahun orang punya hajat berkali-kali, seperti hajat mantu, khitan anak, kelahiran, ada keluarga yang meninggal, kenduri dan ulang tahun tentu akan sangat berpengaruh. Kalau dalam setahun orang punya hajat berkali-kali, secara ekonomi, bisa bangkrut.
Apa yang diungkapkan Gus Qoyum itu, nampaknya merujuk pada praktik emokrasi i negeri ini. Dimana dalam lima tahun, bangsa ini punya hajat berkali-kali. Ada pilpres, ada pilgub, pilbup, pilkades dan pileg. Hajat demokrasi yang digelar berkali-kali itu bisa menguras enerji bangsa. Sementara riset diabaikan. Akibatnya, karya kongkrit bangsa ini tidak pernah tercipta. Atau pun kalau tercipta kurang maksimal.
Kemudian dia menyontohkan, banyak negeri-negeri kecil di Eropa yang bisa membagi energi politik dan risetnya secara berbarengan. Seperti Inggris dan Swiss, meski negeri kecil, tetapi keduanya sangat memperhatiakn riset. Sehingga karya nyatanya sangat kongkrit.
”Kalau sistem seperti ini dibiarkan terus menerus, kasihan negeri kita,” tambahnya.(bersambung)

Tidak ada komentar: